Proyek Pembangunan SMKN 1 Cibarusah, Dinilai lalai Tak Patuhi K3 dan APD

BEKASI, penabangsa.com – Proyek pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) di SMKN 1 Cibarusah, Kabupaten Bekasi, dengan nilai pekerjaan sebesar Rp2.742.520.000,- yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2024, menjadi sorotan masyarakat.

Pasalnya, proyek ini diduga kuat mengabaikan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Masyarakat mengkhawatirkan potensi pelanggaran terhadap petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) yang seharusnya menjadi pedoman wajib dalam setiap proyek konstruksi pemerintah.

Kurangnya Kepatuhan terhadap K3 dan APD

Berdasarkan pantauan di lapangan, sejumlah pekerja terlihat bekerja tanpa mengenakan APD yang sesuai standar, seperti helm, rompi, dan sepatu pelindung. Padahal, pekerjaan dilakukan pada ketinggian yang berisiko tinggi terhadap kecelakaan. Penggunaan perancah dari bambu yang tampak tidak stabil juga memperbesar risiko terjadinya kecelakaan fatal. Praktik ini jelas bertentangan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No. 28/PRT/M/2016 tentang Standar dan Pedoman K3 Konstruksi Bangunan.

Minimnya Pengawasan dan Kepatuhan Terhadap Regulasi

Proyek ini seharusnya menjadi teladan dalam penerapan standar K3, namun kenyataannya justru sebaliknya. Dalam juklak dan juknis yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik melalui APBN maupun APBD, terdapat kewajiban untuk menerapkan K3 secara ketat guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang dapat mengakibatkan kerugian material maupun korban jiwa. Pelanggaran ini tidak hanya menunjukkan lemahnya pengawasan dari pihak pelaksana proyek, tetapi juga mengancam keselamatan warga sekitar. Dalam konteks ini, kepala sekolah yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan pelaksanaan proyek berjalan sesuai standar.

Tuntutan Transparansi dan Akuntabilitas

Masyarakat menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas dari kontraktor pelaksana serta dinas terkait atas penggunaan dana negara dalam proyek ini.

Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan regulasi bisa berimplikasi negatif terhadap kualitas bangunan dan keselamatan para pekerja. Transparansi dalam pengelolaan anggaran, terutama yang bersumber dari DAK Fisik, sangat diperlukan agar tidak terjadi penyalahgunaan dan hasil proyek sesuai dengan tujuan awalnya, yaitu peningkatan kualitas pendidikan.

Penegakan Hukum dan Tindakan Tegas

Jika terbukti ada pelanggaran serius terhadap ketentuan K3 dan regulasi lain yang berlaku, maka tindakan hukum yang tegas harus diambil oleh instansi terkait.

Sanksi administrasi, seperti pemutusan kontrak atau denda, dapat dijatuhkan berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, yang mengatur sanksi bagi pelanggaran standar K3.

Selain itu, kontraktor yang lalai juga bisa dikenai sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terutama jika kelalaian tersebut menyebabkan kecelakaan kerja atau kerugian bagi masyarakat.

Kesimpulan

Kasus ini seharusnya menjadi pelajaran penting bagi semua pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi, terutama yang dibiayai oleh anggaran negara. Keselamatan kerja bukan hanya sekadar formalitas, tetapi kewajiban yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab.

Pemerintah daerah dan instansi terkait harus meningkatkan pengawasan untuk memastikan bahwa semua proyek berjalan sesuai dengan standar dan regulasi yang berlaku, demi tercapainya pembangunan yang berkelanjutan dan aman. (NOVI)

Pos terkait