JAKARTA, penabangsa.com – Ditreskrimum Polda Metro Jaya menargetkan gelar perkara kasus kerumunan massa terkait kegiatan pernikahan putri Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dalam waktu 2-3 hari ke depan.
“Mudah-mudahan secepatnya kita jadwalkan 2-3 hari ya,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus kepada wartawan, Rabu (18/11).
Yusri menuturkan gelar perkara itu bakal langsung dilakukan setelah kepolisian mengantongi keterangan seluruh pihak terkait.
Gelar perkara bakal menentukan mengenai ada unsur pidana atau tidak. Jika ada, kasus itu bakal dinaikkan statusnya ke tingkat penyidikan.
“Gelar perkara untuk bisa mengetahui apakah memang sudah bisa masuk untuk unsur-unsurnya di tahap penyidikan,” ucap Yusri.
Dalam proses penyelidikan sejauh ini polisi telah meminta keterangan sembilan orang pada Selasa (17/11) kemarin.
Mereka adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Wali Kota Jakarta Pusat Bayu Meghantara, Kepala Biro Hukum DKI Jakarta, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Tanah Abang, Camat Tanah Abang, Ketua RT, Ketua RW, Kepala Satpol PP, serta Bhabinkamtibmas.
Anies dicecar 33 pertanyaan oleh kepolisian dalam pemeriksaan yang berlangsung hampir 10 jam itu.
Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat menjelaskan pemeriksaan jajaran Pemprov DKI itu untuk meminta penjelasan terkait status PSBB transisi Jakarta.
“Kepada siapa klarifikasi itu dilakukan? Satu, kepada pemerintah daerah. Untuk apa menjawab pertanyaan yang tadi? Untuk bisa menjelaskan status DKI saat ini,” kata Tubagus kepada wartawan, Selasa (17/11).
Polda Jabar Selidiki Kerumunan Rizieq di Bogor
Di tempat terpisah, Polda Jabar menyatakan pihaknya bakal mendalami dugaan pidana terkait kegiatan protokol kesehatan di Megamendung, Kabupaten Bogor.
Musababnya dalam kegiatan yang dihadiri Rizieq Shihab pada akhir pekan lalu itu menimbulkan kerumunan orang di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) proporsional.
“Jadi saat ini kami sedang mendalami kegiatan tersebut dengan penyelidikan. Soal izinnya bagaimana, kemudian siapa saja yang hadir,” kata Kabid Humas Polda Jabar Kombes Erdi A Chaniago, Bandung, Rabu (18/11).
Erdi menyatakan setelah ada pendalaman penyelidikan, nantinya akan ada beberapa pihak yang dipanggil penyidik.
“Oleh karena itu kita sedang mendalami terkait masalah izin kemudian masalah lainnya,” katanya.
Soal pemanggilan terhadap pihak-pihak terkait, Erdi belum bisa memastikan. Namun ia memastikan akan melalukan pemanggilan sejumlah pihak terkait kegiatan, salah satunya penyelenggara acara.
“Masih kita lakukan pendalaman dulu, nanti kita laporkan siapa-siapanya,” ujar Erdi.
Sebelumnya Gubernur Jabar Ridwan Kamil memberikan penjelasan kronologi acara yang dihadiri ribuan pendukung Rizieq Shihab di Megamendung, Kabupaten Bogor, beberapa waktu lalu. Emil, begitu ia akrab disapa, mengatakan bahwa izin acara tersebut berada di kepala daerah setempat atau bupati Bogor. Berbeda halnya dengan Provinsi DKI Jakarta yang bisa langsung mengambil tindakan.
Pertama, izin acara itu diskresi boleh tidaknya bukan wilayah gubernur karena provinsi di republik ini, di luar Jakarta, punya hierarki pemerintahan yang namanya bupati dan wali kota terpilih. Maka setiap ada hal teknis diskresinya ada di wali kota dan bupati,” ujar dia dalam jumpa pers, Selasa (17/11).
“Emil mencontohkan bagaimana pihaknya sempat melarang bioskop. Namun buka atau tidaknya bioskop, keputusan ada di wali kota/bupati. Meski demikian, dari pemerintah provinsi sudah mengeluarkan peraturan gubernur yang diskresinya ada di tangan wali kota dan bupati.
“Jadi kemarin itu (acara di Megamendung) kalau berdasar hukum, masuk wilayah bupati dan wali kota,” ujarnya.
Lebih jauh Emil mengatakan, bupati dan pemerintah daerah Bogor sudah melakukan hal yang tepat yaitu tidak memberikan izin kepada acara tersebut.
“Jadi tidak ada perizinan. Bahkan, aparat melalui Kodim sudah melobi malam harinya untuk mengimbau agar acara dibatasi sesuai protokol kesehatan. Jadi kerja edukasi dan persuasif itu sudah dilakukan,” tuturnya.
“Namun keesokan harinya karena suasana terjadi euforia seperti halnya demonstrasi yang kadang jumlahnya keburu membesar, itu terjadi dua pilihan. Apakah menegakkan secara represif atau melakukan pendekatan humanis dengan memantau dan mengawal jangan sampai ada hal-hal yang merugikan secara publik,” ucap Emil.
Atas pertimbangan massa yang membesar, lanjut Emil, aparat di lapangan mengambil keputusan humanis yaitu mengimbau sambil mengawal jalannya kegiatan.
Namun Emil menyadari keputusan tersebut berujung pada pencopotan jabatan Kapolda Jabar yang diemban Irjen Rudy Sufahriadi selaku pimpinan tertinggi Polri di wilayah hukum Jabar. [Novi]