Ade Firmansyah: Dana RW 300 jt Berpotensi Menjadi Masalah

Ade Firmansyah: Dana RW 300 jt Berpotensi Menjadi Masalah
Ade Firmansyah: Dana RW 300 jt Berpotensi Menjadi Masalah

DEPOK, penabangsa.com – Program Dana RW Rp 300 juta per tahun yang digaungkan Walikota Depok terpilih Supian Suri, mendapat sorotan tajam. Lantaran itu, Anggota Legislatif (Aleg) Kota Depok dari Fraksi PKS Ade Firmansyah memperingatkan, Mandatory Spending Dana Rp 300 juta per RW dalam Panduan Musrenbang RKPD Depok 2026 itu, berpotensi menimbulkan masalah dan munculnya pemekaran RW.

Pasalnya, meski Walikota terpilih belum dilantik, Bappeda dan Sekda Kota Depok telah membuat Juklak Juknis terkait alokasi Dana Rp 300 juta per RW tersebut, dalam Panduan Musrenbang 2026 yang mulai diselenggarakan bulan Januari 2025 ini.

Bacaan Lainnya

“Itu lengkap dengan Mandatory Spending Dana Rp 300 juta per RW tersebut, untuk operasional Posyandu sebesar Rp 6 juta dan Wisata Keberagaman Rp 25 juta,” ujarnya, Rabu (22/1/2024).

Anggota Banggar dari Fraksi PKS Ade Firmansyah memandang, alokasi Dana RW tersebut, berpotensi menimbulkan sejumlah masalah dalam implementasinya.

Untuk itu ia menyarankan, untuk tidak tergesa-gesa dilaksanakan, sebelum dilakukan kajian mendalam dan komprehensif, terkait aspek Hukum, Ketentuan Administrasi dan Dampak Sosiologis, atas program Alokasi Dana Rp 300 juta Per RW per tahun tersebut.

“Jangan sampai anggaran berbasis RW ini, menimbulkan ragam masalah di kemudian hari,” tegasnya.

Mulai dari mekanisme penganggaran, sambungnya, pertanggungjawaban administratif, hingga persoalan kesenjangan antar RW yang berbeda jumlah penduduk, akan memicu pemekaran RW dan pembengkakan alokasi belanja APBD untuk memenuhi alokasi Dana tersebut.

Adef menekankan, dalam mekanisme penganggaran, penting ditentukan dasar hukum yang digunakan sebagai landasan legal atas penganggaran kegiatan.

Baik itu Undang-Undang (UU), paparnya, Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri), Peraturan Daerah (Perda) dan ketentuan lainnya.

“Termasuk Dokumen Perencanaan Daerah yakni RPJMD, berupa Perda yang akan dijadikan acuan. Sementara saat ini, Walikota terpilih belum dilantik,” sambungnya.

Ia menyampaikan, bahwasanya penetapan mata anggaran dalam APBD, juga harus melalui persetujuan DPRD.

“Ini diatur dengan jelas dalam UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Permendagri terkait APBD,” tegas Adef.

Sementara itu, urainya, Panduan Musrenbang yang berisi Juklak Juknis Alokasi Dana Rp 300 juta per RW, sudah disosialisasikan Bappeda, padahal belum melalui pembahasan dengan Badan Anggaran DPRD.

“Secara prosedural, ini menyalahi ketentuan dan etika pemerintahan,” ungkap Adef.

Pertanggungjawaban administratif alokasi Dana Rp300juta per RW itu, ulasnya, juga belum ada penjelasan lebih lanjut terkait siapa Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) nya, sebagaimana diatur dalam PP 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

“Apakah RW bisa menjadi KPA, atau penerima hibah bansos. Apakah KPA nya Lurah dan atau Camat, lalu bagaimana pertanggungjawaban administratif atas pelaksanaan kegiatannya. Apakah dikerjakan oleh tiap RW, atau oleh staf Kelurahan dan Kecamatan,” tanyanya.

Tanpa kejelasan tata administrasi, imbuhnya, alokasi anggaran berpotensi fraud, yakni penyalahgunaan dana secara tidak bertanggungjawab.

Sementara itu, tambahnya, perbedaan kondisi demografi penduduk di tiap RW, juga berpotensi mengundang masalah lain.

Menurutnya, antara RW berpenduduk sedikit, hanya satu dua RT, puluhan KK, ratusan warga dengan RW padat penduduk dengan jumlah RT yang banyak, ratusan hingga ribuan KK, dan puluhan ribu penduduk, bisa mengundang kecemburuan akibat ketimpangan alokasi anggaran dan memicu pemekaran RW secara massive.

“Ini, berpotensi kerawanan sosial dan pembengkakan anggaran dana Rp 300 juta per RW,” tegasnya lagi.

Tanpa kajian yang mendalam dan komprehensif, tatarnya, serta pelanggaran prosedural di sana sini, dikuatirkan progam tersebut akan menjadi bom waktu masalah di belakang hari.

“Untuk itu, saya sarankan untuk lebih berhati-hati, lakukan kajian terlebih dahulu dan ikuti ketentuan hukum serta perundangan, juga prosedur yang benar,” pungkas Ade Firmansyah.

Sebagaimana diketahui secara luas, di antara program populis Walikota terpilih dalam Pilkada Kota Depok tahun 2024 lalu, adalah janji kampanye berupa alokasi “Dana RW sebesar Rp300 juta per tahun”.

Pos terkait